BERBAGAI KLASIFIKASI
TRAUMA
(CONTOH ELLIS, WHO,
ANDREASEN, DLL)
OLEH:
ELVITA SRIE WAHYUNI
NIM:090600015
FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2011
BERBAGAI KLASIFIKASI
TRAUMA
(CONTOH ELLIS,WHO,ANDREASEN,DLL)
Elvita Srie
Wahyuni
Fakultas Kedokteran Gigi,Universitas
Sumatera Utara
JL.
Alumni No.2,Kampus USU,Medan 20155
PENDAHULUAN
Trauma adalah
luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan-tindakan
fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma gigi
anterior sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak lebih aktif daripada
orang dewasa dan koordinasi serta penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik
sehingga sering terjatuh saat belajar berjalan, berlari, bermain, dan berolahraga.
Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi bicara,
pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan gigi serta rahang. Secara psikologis kehilangan gigi secara
dini terutama gigi anterior akan menyebabkan gangguan pada anak dan orang tua.
Penatalaksanaan trauma gigi pada anak selain menerapkan teknik-teknik serta
pemakaian bahan-bahan yang tepat juga harus memperhatikan pendekatan psikologis
agar anak tidak mengalami trauma lain disamping trauma gigi yang sedang
dialaminya. Oleh karena itu pendekatan terhadap orang tua dan anak merupakan
faktor-faktor penting yang harus diperhatikan.1
Pengertian
trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma
dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan
atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan
terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai
suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang
keras dengan suatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah
kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal
karena sebab mekanis. Berdasarkan
definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior merupakan kerusakan
jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu
benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas
maupun rahang bawah atau kedua-duanya. Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang
paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam
rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung
dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras
langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi
ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi
rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.1
Trauma
pada gigi dapat menyebabkan injuri pulpa, dengan atau tanpa kerusakan mahkota
atau akar, atau pemindahan gigi dari soketnya. Bila mahkota atau akar patah
atau mengalami fraktur, pulpa dapat sembuh dan hidup terus, dapat segera mati,
atau dapat mengalami degenerasi progresif dan akhirnya mati.2
Menurut
suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak
terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut, anak mempunyai
kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan
penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma cenderung meningkat
saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan
dengan masih kurangnya koordinasi motorik. Penelitian lain menyebutkan bahwa
salah satu periode rawan fraktur adalah pada saat usia 2-5 tahun, karena pada
usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi yang terjadi
pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan karena
koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali
pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.1
KLASIFIKASI GIGI YANG MENGALAMI FRAKTUR
1.
Klasifikasi fraktur menurut Ellis.3,4,5
Klasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam
kelompok dasar:
a. Fraktur email.
Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau
hanya sedikit mengenai dentin.
b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa.
Fraktur mahkota yang mengenai
cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.
c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.
Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan
pulpa terbuka.
d. Fraktur akar.
e. Luksasi gigi.
f. Intrusi gigi
2.
Klasifikasi menurut Ellis dan Davey.1,3,5,6
Ellis
dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
· Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang
hanya melibatkan jaringan email.
· Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas
yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
· Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang
melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa.
· Kelas 4 : Trauma pada gigi yang
menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur
mahkota.
· Kelas 5 : Trauma pada gigi yang
menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
· Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa
kehilangan struktur mahkota.
· Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement
gigi.
· Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma
atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi
tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
· Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat
trauma pada gigi depan.
3.
Klasifikasi menurut World Health
Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen.
Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai
dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification
of Diseases), sebagai berikut:5,2,7
· 873.60: Fraktur email.
Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email,
fraktur tidak menyeluruh atau retak pada email.
· 873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan
email dan dentin tanpa terbukanya pulpa.
Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin,
pulpa tidak terbuka.
· 873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya
pulpa.
Fraktur yang rumit yang mengenai email dan
dentin dengan disertai pulpa yang terbuka.
· 873.63: Fraktur akar.
Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan
pulpa. Juga disebut fraktur akar horizontal.
· 873.64: Fraktur mahkota-akar.
Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum
akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa.
· 873.66: Luksasi.
Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi
lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi.
· 873.67: Intrusi atau ekstrusi.
· 873.68: Avulsi.
Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari
soketnya.
· 873.69: Injuri lain, seperti laserasi
jaringan lunak.
Klasifikasi
ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut:2,5
· 873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak
rumit tanpa terbukanya pulpa.
· 873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit
dengan terbukanya pulpa.
ü 873.64 (Fraktur mahkota-akar komplit atau
tidak komplit)
· 873.66: Konkusi (concussion), injuri pada struktur pendukung gigi yang bereaksi
terhadap perkusi.
· 873.66: Subluksasi, suatu injuri pada
struktur pendukung gigi dengan kegoyahan abnormal tetapi tanpa pemindahan gigi.
· 873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi
pada arah lain daripada ke aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolar.
ü 873.66 (Konkusi, subluksasi, lateral
luksasi)
Klasifikasi
fraktur mahkota gigi menurut World Health Organization (WHO) dengan
nomor kode yang sesuai dengan klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases) tahun 1995, sebagai berikut:1
· (S 02.50): Infraksi enamel. Sebuah fraktur
tidak utuh atau retaknya enamel tanpa kehilangan substansi giginya.
· (S 02.50): Fraktur enamel. Sebuah fraktur
dengan hilangnya substansi gigi yang mengenai enamel.
· (S 02.51): Fraktur enamel-dentin. Sebuah
fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang melibatkan enamel dan dentin tanpa
terbukanya pulpa.
· (S 02.52): Fraktur mahkota yang mengenai
enamel dan dentin, dengan terbukanya pulpa.
· (S 02.53): Fraktur akar. Sebuah fraktur
yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa.
· (S 02.54): Fraktur mahkota-akar. Sebuah
fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum dengan atau tanpa terbukanya
pulpa.
Klasifikasi
yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application
of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology diterapkan
baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi,
jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut :1,5
I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan
pulpa.
1. Retak mahkota (enamel infraction)
(N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan
struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated
crown fracture) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan
email saja.
3. Fraktur email-dentin (uncomplicated
crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya
mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated
crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai email, dentin, dan
pulpa.
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi,
pulpa, dan tulang alveolar.
1.
Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email,
dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa
disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture (N
502.54)) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut
fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture (N
502.54)).
2.
Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan email.
3.
Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan
dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual
dari dinding soket.
4.
Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris
dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5.
Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau
maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket
gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal.
1. Concusion
(N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluxation
(N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi
akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3.
Luksasi ekstrusi (partial displacement)
(N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya.
Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4.
Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke
arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur
pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral
menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.
5.
Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar,
dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Avulsi
(hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar
dari soket.
IV.
Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka
pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan
luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang
biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya
perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah
superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga
terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.
4. Klasifikasi menurut Andreasen.
Andreasen
juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa
mulut. Menurut
Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi,
secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai
berikut:1
a)Fraktur
Spontan
Merupakan
jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen enamel gigi
mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekan pada saat mengunyah.
Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan
lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah.
b)Fraktur
Traumatik
Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang
bersifat tiba-tiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah
umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang
sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan
bagian yang mengalami fraktur, fraktur traumatrik dibedakan
menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
· Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada
bagian enamel hingga ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian
elemen. Dalam hal ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis
fraktur Ellis 1 dan Ellis 2.
Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:
a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini,
pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak membentuk suatu patahan,
namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai
dentin hingga pulpa.
b. Fraktur
Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian email,
dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada
bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak
menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin,
maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena perubahan
suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan
periodontal juga mengalami kerusakan.
c. Fraktur
Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota dan
tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler.
Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi perubahan
suhu. Sekitar 4% penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini.
· Fraktur Akar
Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi.
Diagnosis fraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk
mnegetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur.
a. Fraktur Mahkota Akar
Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan gingival pada
elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam hal ini.
Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang
terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut
periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang
terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan
bertambah ketika digunakan untuk menggigit.
b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi
memiliki resiko untuk lepas dari alveolus apabila terjadi benturan,
sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah.
Andreasen (1981)
juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada gambaran
klinis, seperti:10
- Perubahan warna enamel menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.
- Perubahan warna enamel yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.
- Dilaserasi mahkota.
- Malformasi gigi.
- Dilaserasi akar.
- Gangguan pada erupsi.
5.
Klasifikasi
menurut Heithersay dan Morile.5,2
Heithersay dan Morile (1982)
menganjurkan suatu klasifikasi fraktur subgingival berdasarkan pada tinggi
fraktur gigi dalam hubungannya terhadap berbagai bidang horizontal periodonsium,
sebagai berikut:
Kelas 1 : Dengan garis fraktur tidak meluas di bawah
tinggi ginggiva cekat.
Kelas 2 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi
gingiva cekat, tetapi tidak di bawah tinggi krista alveolar.
Kelas 3 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi
krista alveolar.
Kelas 4 : Dengan garis frakturnya terdapat di dalam
sepertiga koronal akar, di bawah tinggi krista alveolar.
6.
Klasifikasi
menurut Garcia-Godoy.11
Klasifikasi fraktur gigi akibat
trauma menurut Garcia-Godoy adalah sebagai berikut:
1.
Retak pada email.
2.
Fraktur pada email
3.
Fraktur email-dentin tanpa
terbukanya pulpa.
4.
Fraktur email-dentin dengan
terbukanya pulpa.
5.
Fraktur email-dentin-sementum tanpa
terbukanya pulpa.
6.
Fraktur email-dentin-sementum dengan
terbukanya pulpa.
7.
Fraktur akar.
8.
Konkusi.
9.
Luksasi.
10.
Perpindahan gigi ke lateral.
11.
Intrusi.
12.
Ekstrusi.
13.
Avulsi.
7.
Klasifikasi
menurut Hargreaves dan Craig.
Hargreaves dan Craig (1970) memperkenalkan klasifikasi hanya untuk fraktur
mahkota gigi sulung, yaitu kelas I, II, III dan IV. Klasifikasi tersebut hampir
sama dengan klasifikasi Ellis. Perbedaannya terletak pada kelas IV yaitu
fraktur akar disertai atau tanpa mahkota gigi sulung:5
Klas I: Tidak adanya fraktur atau
fraktur hanya pada email dengan atau tidaknya perubahan posisi pada gigi.
Klas II: Fraktur pada mahkota pada
email dan dentin tanpa terbukanya pulpa dan tanpa perubahan posisi pada gigi.
Klas III: Fraktur pada mahkota dan
terbukanya pulpa dengan atau tanpa perubahan posisi pada gigi.
Klas IV: Fraktur pada akar dengan
atau tanpa fraktur koronal, dengan atau tanpa perubahan posisi pada gigi.
Klas IV: Perubahan posisi total pada
gigi.
PEMBAHASAN
Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering
adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat
berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak
langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung
mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika
benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang
atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.1
Trauma pada gigi dapat menyebabkan
injuri pulpa, dengan atau tannpa kerusakan mahkota atau akar, atau pemindahan
gigi dari soketnya. Bila mahkota atau akar patah atau mengalami fraktur, pulpa dapat sembuh dan
hidup terus, dapat segera mati , atau dapat mengalami degenerasi progresif dan
akhirnya mati. Bila terjadi luksasi gigi, pulpa mungkin terus hidup, tergantung
hebatnya pukulan dan tingkat dislokasinya. Luksasi gigi terjadi tidak sesering
fraktur.7
Trauma pada gigi melibatkan pulpa, baik langsung
maupun tidak langsung, sehingga pertimbangan endodonsi berperan penting dalam
pengevaluasian dan perawatan cedera gigi. Pembuatan klasifikasi cedera
traumatik akan mempermudah komunikasi serta penyebaran informasinya.8
KESIMPULAN
Pembuatan klasifikasi cedera traumatik akan
mempermudah komunikasi serta penyebaran informasinya. Menurut suatu penelitian prevalensi
tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun
karena pada usia tersebut anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup
luas, sementara koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik.
Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri,
belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi
motorik. Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur
adalah pada saat usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan
berlari. Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak usia di atas 5 tahun
menunjukkan penurunan disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin
membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena
adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.
Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu
fungsi bicara, pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Oleh karena itu penanganan yang
cepat dan tepat sangat penting dalam menangani kerusakan pada gigi akibat
trauma.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. 12 Juni 2010. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf.
17 November 2011.
2.
Grossman
LI. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa, Rafiah abiyono. Editor, Sutatmi
Suryo. Ed 11. Jakarta: EGC, 1995: 303-4.
3.
Braham RL, Morris ME. Textbook of pediatric
Dentistry. USA: williams and Wilkias, 1980: 264.
4.
Paristuta
L. Penggunaan mouthguard pada pasien anak dengan riwayat trauma dental. 1
Agustus 2011. www.gigigeligi.com/index.php?option=com. 17 November 2011.
5.
Rao A.
Principles and practice of pedodontics. New Delhi: Jaypee, 2008: 304-5.
6.
McDonald
RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. St. Louis,
Missouri: Mosby, 2003: 458-9.
7.
Walton,
Richad E. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih bahasa, Narlan Sumawinata,
Winiati Sidharta, Bambang Nursasongko. Editor, Narlan Sumawinata. Ed 2.
Jakarta: EGC, 1997: 555-6.
8.
Pinkhom JR,
Casamassimo DS, McTigue DJ, et al. Pediatric
Dentistry. St. Louis, Missouri: elsevier Saunders, 1988: 237-9.
9.
Welbury RR. Pediatrics
dentistry. New York: Oxford University Press, 2003: 244-5.
10.
Mathewson RJ, Primosch
RE. Fundamentals of pediatric dentistry. USA: quintessenic Books, 1995: 286.
11. Navydent.
Classification of traumatic dental. 22 Agustus 2011. http://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/calssification-of-traumatic-dental.html.
17 November
2011.
ijin copas ya..salam dari fkg umy :)
BalasHapusBaik
Hapussharing yg berguna buat mahasiswa maupun praktisi
BalasHapuswww.doktergigi.web.id
Trm ksh
BalasHapus