BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Merokok merupakan bahaya kesehatan yang dibuat sendiri. Walaupun
semua bentuk tembakau diduga berperan (cerutu, cangklong, sedotan)penyebab
utama adalah merokok/sigaret. Worl Health Organization (WHO) melaporkan pada
tahun 1998 bahwa terdapat 1235 juta orang dewasa yang merokok diantara 5926
juta populasi dunia dan bahwa jumlah perokok diperkirakan meningkat menjadi
1671 juta pada tahun 2020. Di Amerika Serikat saja, tembakau merupakan penyebab
lebih dari 400.000 kematian per tahun, sepertiga jumlah tersebut disebabkan
oleh kanker paru. Dengan segala upaya, mengurangi merokok di Amerika Serikat,
fakta menunjukkan bahwa jumlah perokok bertahan stabil selama tahun 1990-an,
dan jumlah kematian meningkat, terutama pada perempuan (sebesar 147% antara
1974 dan 1994). Tampaknya kaum muda mulai merokok pad usia yang lebih awal.
Pembahasan berikut meringkaskan (1) efek buruk merokok, (2) menghilangnya ini
setelah berhenti merokok, (3) bukti bahwa inhalasi asap secara pasif yang
merugikan.
Jumlah
bahan kimia yang berpotensi
membahayakan di dalam tembakau sangat banyak. Diantaranya seperti:
NO
|
ZAT
|
EFEK
|
1
|
Tar
|
Karsinogenik
|
2
|
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
|
Karsinogenik
|
3
|
Benzoperan
|
Karsinogenik
|
4
|
Nitrosamin
|
Karsinogenik
|
5
|
Nikotin
|
Stimulasi dan depresi ganglion,
promosi tumor
|
6
|
Fenol
|
Promosi tumor dan iritasi
|
7
|
Karbon monoksida
|
Gangguan pengangkutan dan pemakaian
oksigen
|
8
|
Formaldehida
|
Toksisitas terhadap silia dan iritasi
|
9
|
Oksida Nitrogen
|
Toksisitas terhadap silia dan iritasi
|
Zat-zat
tersebut kemungkinan menimbulakan cedera. Cedera yang sering terjadi adalah
emfisema, bronkitis kronik. Zat di dalam asap rokok memiliki efek iritan
langsung pada mukosa trakeobronkus, menyebabkan peradangan dan meningkatkan
produksi mukus (bronkitis). Komponen di dalam asap rokok,
terutama tar dengan hidrokarbon polisikliknya merupakan karsinogen
eksperimental dan promotor kanker yang poten dan kemungkinan berperan besar
pada asal-muasal timbulnya kanker epitel bronkus (karsinoma bronkogenik).
Risiko timbulya penyakit ini berkaitan dengan intensitas pajanan, yang sering
dinyatakan dalam satuan “bungkus-tahun” (misal satu bungkus perhari selama dua
puluh tahun sama dengan dua puluh dungkus per tahun).
Selain
itu, merokok meningkatkan risiko pengaruh karsinogenik lain, terjadi
peningkatan sepuluh kali lipat insiden karsinoma bronkogenik pada pekerja asbes
yang merokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Selain
penyakit paru, aterosklerosis dan penyakit utamanya, infark miokardium juga
dilaporkan berkaitan erat dengan merokok, mekanisme sebab-akibatnya mungkin
berkaitan dengan beberapa faktor termasuk peningkatan agregasi trombosit,
penuruna pasokan oksigen ke miokardium (karena penyakit paru plus hipoksia yang
disebabkan oleh kandungan karbon monoksida dalam asap rokok) disertai
peningkatan kebutuhan oksigen dan penurunan ambang untuk fibrilasi ventrikel.
Hampir sepertiga dari semua serangan jantung dihubungkan dengan kebiasaan
merokok. Merokok memiliki efek multiplikatif apabila berkombinasi dengan
hipertensi dan hiperkolesterolemia.
Berhenti
merokok akan memberi banyak keuntungan. Risiko kanker paru terus berkurang
selama paling sedikit 15 tahun tetapi tidak menghilang. Ibu hamil yang merokok
mengalami peningkatan risiko abortus spontan dan persalinan prematur serta
serta hambatan pertumbuhan intrauterus. Berat lahir bayi dari ibu yang berhenti
merokok sebelum hamil adalah normal.1
BAB
II
PEMBAHASAN
Banyak kelainan/patologi
anatomi yang disebabkan oleh tobacco. Diantaranya adalah:
2.1
Kanker Mulut
Kanker mulut merupakan salah satu jenis kanker yang cukup menonjol di
kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Dari beberapa penelitian di Indonesia kanker
mulut ditemukan dengan frekuensi relatif yang berbeda-beda. Tembakau
ditemukan menjadi penyebab paling umum untuk kanker tenggorokan. Ini merusak
sel-sel dalam rongga mulut dan bagian dalam tenggorokan. Risiko tinggi bagi
perokok jika dibandingkan dengan orang normal. Statistik mengatakan sembilan
puluh persen orang yang menderita itu adalah perokok. Risiko dalam menggunakan
kurang asap tembakau lebih tinggi daripada merokok. Penggunaan kurang asap
tembakau menyebabkan penyakit lain seperti penyakit gusi yang membuatnya lebih
rumit untuk mengobati. Tembakau digunakan bersama dengan alkohol adalah
penyebab utama. Partikel tembakau bisa bertahan di lubang-lubang atau bersarang
di wilayah tenggorokan dan menyebabkan kanker.
Faktor
Penyebab Kanker
Menurut Ash dan Ward (1992) dan Gould (1995)
mengatakan penyebab pasti dari kanker masih belum jelas, tetapi bagaimanapun
banyak faktor-faktor pendukung yang dapat merangsang terjadinya kanker. Faktor-faktor
ini digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu:
1.
Faktor
Internal :
herediter dan faktor-faktor pertumbuhan.
2.
Faktor
Eksternal : bakteri, virus,
jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, dan diet.
Kedua kategori di atas disebut
bahan-bahan karsinogen. Menurut Gould (1995), faktor-faktor tesebut dapat
berperan secara individual atau kombinasi dengan karsinogen lainnya atau
kombinasi dengan faktor-faktor lain di mana sebenarnya faktor tersebut bukan
penyebab kanker, tetapi mereka membantu karsinogen untuk mutasi atau dengan
menekan fungsi sel (kopromotor).
Tembakau
75% dari seluruh kanker mulut dan faring di Amerika
Serikat berhubungan dengan penggunaan temabakau termasuk merokok atau
menggunakan tembakau untuk susur/suntil. Merokok sigaret mempunyai resiko
tinggi terjadi kanker lidah dan mulut. Merokok cerutu dan merokok menggunakan
pipa mempunyai resiko yang lebih tinggi mendapatkan kanker mulut dibandingkan
dengan merokok sigaret, Meskipun begitu, masih terdapat keraguan tentang
seberapa besar peranana dari panaas yang dihasilkan oleh tembakau dan batang
pipa sehingga dapat menyebabkan kanker mulut.
2.2
Neoplasia atau neoplasma
Neoplasma
atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol
oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan
suatu neoplasma atau neoplasia.
Ada
dua tipe neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasma ganas
(malignant neoplasm). Neoplasma jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang
lambat, ekspansif, berkapsul dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasma
ganas adalah tumor yang tumbunya cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan
dapat menyebar ke organ-organ lain/metastasee. Neoplasma ganas sering disebut
kanker.
Faktor
Penyebab/Predisposisi Neoplasia
Banyak
faktor penyebab/pendukung yang dapat merangsang terjadinya neoplasia.
Faktor-faktor ini digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu:
1.
Faktor
internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor
pertumbuhan.
2.
Faktor
eksternal, yaitu seperti bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan,
radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau atau alkkohol.
Kedua
kategori di atas disebut bahan-bahan karsinogen. Faktor-faktor tersebut dapat
berperan secara individual atau kombinasi dengan karsinogen lainnya atau
kombinasi dengan faktor-daktor lain yang sebenarnya faktor tersebut bukan
penyebab kanker, tetapi hanya membantu karsinogen untuk mutasi dengan menekan
fungsi sel (ko-promotor).
Patogenesis
Neoplasia
Sel pada jaringan normal yang terkena
stimulasi akan tumbuh dalam keadaan terkontrol yang disebut hyperplasia.
Apabila stimuli disingkirkan, maka sel akan kembali ke keadaan normal. Pada
kasus neoplasia kontrol poliferasi sel terganggu dan sel tidak terkontrol.
Apabila pertimbuhannya terlokalisir dan ekspansif, maka terjadi neoplasia
jinak, tetapi apabila pertumbuhan sel infiltratif ke dalam jaringan sekitarnya,
maka yang terjadi adalah neoplasia ganas.
Sebagian
besar bahan-bahan kimia berhubungan dengan terjadinya kanker. 70%-90% kanker
disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang
ada di limgkungan dan di dalam makanan, Bahan-bahan yang dapat menimbulkan
kanker di lingkungan, seperti coal tar, polycylic aromatic hydrocarbons,
nitrat, nitrit, dan nitrosamin.
2.3
Leukoplakia
Leukoplakia
berarti suatu bercak atau plak mukosa keputihan berbatas tegas yang disebabkan
oleh penebalan epidermis atau hyperkeratosis. Kata ini tidak digunakan untuk
lesi putih lain, seperti yang disebabkan oleh kandidiasis, liken planus, lupus
eritematosus, white
sponge naevus, atau banyak
gangguan lain. Plak lebih sering ditemukan pada laki-aki lanjut usia dan
tersering terletak di batas vermilion bibir bawah, mukosa pipi, dan palatum
durum, dan mole dan jarang di dasar mulut dan tempat intraoral lainnya. Batasan
leukoplakia digunakan untuk lesi mukosa hiperkeratosis benvarna putih dengan
penyebab yang tidak diketahui. Tidak ada arti secara histopatologis yang khusus. Penyebab
leukoplakia antara lain termasuk idiopatik, gesekan, tembakau dan mikroorganisme. Lesi leukoplakia
sebagian besar jinak, tetapi 1-3% adalah pra-ganas. Lokasi tersering adalah di
lidah bagian ventrolateral.
Hampir sebagian besar lesi putih memerlukan biopsi untuk melihat kemungkinan
adanya perubahan ke arah displasia
atau
perubahan keganasan. Leukoplakia didiagnosis banding dengan lesi putih lain
seperti likhen planus, jamur, sifilis, leukoplakia berambut, atau karsinoma.
Penatalaksanaan secara umum: mengobati faktor predisposisi, obat topikal atau
oral dan dapat dengan pembedahan. Batasan leukoplakia telah dipakai
di masa lalu oleh
ahli kulit dan ahli kebidanan untuk menunjukkan suatu
penebalan putih pada mukosa mulut atau vulva
yang
menunjukkan perubahan dini, in situ dan
anaplastik.'
Berdasarkan
konsep yang diterima oleh World Health
Organization maka batasan leukoplakia adalah
lesi
yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya
sebagai deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu
penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang
dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi
sebagai penyakit-penyakit spesifik lainnya. Karena gambaran klinisnya berupa
suatu plak putih pada permukaan membrana
mukosa dan leukoplakia
oral lebih sering terjadi pada pria, maka
penggolongannya
sering diabaikan. Leukoplakia
dalam perkembangannya sering menjadi
ganas dan untuk menyingkirkan diagnosis
banding,
maka sangat diperlukan biopsi dari
leukoplakia
tersebut. Gambaran histologinya dapat
bermacam-macam
dan tergantung dari umur lesi pada
saat
biopsi dilaksanakan. Kendala dalam menegakkan diagnosis leukoplakia masih sering terjadi.
Hal ini disebabkan oleh
beberapa kemungkinan seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas serta
perkembangan yang agresif
dari leukoplakia yang mula-mula hanya
sebagai hiperkeratosis ringan tetapi pada
akhirnya menjadi karsinoma
sel skuamosa dengan angka kematian yang
tinggi. Plak lebih sering ditemukan pada
laki-laki lanjut usia dan tersering terlatak di batas vermilion bibir
bawah¸mukosa pipi, dan palatum durum dan mole dan jarang di dasar mulut dan
tempat intaraoral lainnya. Kelainan ini tampak sebagai daerah penebalan mulosa
yang diskret, lokal, kadan-kadang multifokal atau bahkan difus, halus atau
kasar, seperti kulit, dan berwarna putih. Lesi tidak diketahui sebabnya ,
kecuali bahwa terdapat keterkaitan erat dengan pemakaian tembakau, terutama
merokok dengan pipa dan tembakau tanpa asap (kantung tembakau, tembakau
sedotan, mengunyah). Yang keterkaitannya lebih lemah adalah gesekan kronis,
misalnya akibat gigi palsu yang pemasangannya kurang pas atau gigi yang
bergerigi; penyalahgunaan alkohol; dan makanan iritan. Antigen papilomavirus
manusia dilaporkan ditemukan di sebagian lesi yang berkaitan dengan tembakau,
yang menimbulkan kemungkinan bahwa virus dan tembakau bekerja sama untuk
memmicu pembentukan lesi ini.
leukoplakia
adalah penyakit yang menyebabkan bercak putih di seluruh tubuh. Bercak putih di
tenggorokan atau pipi tersebut mungkin tidak cukup untuk menyebabkan itu.
Leukoplakia menyebabkan tumor yang terletak
dekat-oleh untuk menyebarkan secara luas. Penyebab leukoplakia dapat
mempengaruhi merokok tembakau atau kebiasaan makanan lain. Perawatan yang sulit
bagi sekarang tumor dekat leukoplakia. Faktor resiko lainnya adalah
erythroplakia yang mirip dengan leukoplakia dalam membuat sulit untuk perawatan
tumor. Daerah yang terkena erythroplakia akan dengan mudah berdarah bila
disentuh.
2.4 Emfisema
Emfisema ditandai dengan pembesaran permanen rongga udara
yang terletak distal dari bronkolus terminal disertai destruksi dinding rongga
tersebut. Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak
disertai destruksi; hal ini lebih tepat disebut “overinflation”. Sebagai
contoh, peregangan rongga udara di paru kontralateral setelah pneumonektomi
unulateral adalah overinflation kompensatorik bukan emfisema.
Emfisema adalah penyakit yang umum, tetapi insidensi
pastinya sulit diperkirakan karena diagnosis pasti, yang didasarkan pada
morfologi, hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan paru pada saat autopsi.
Terdapat keterkaitan yang jelas anatara meroko dalam jumlah besar dan emfisema,
dan tipe paling parah terjadi pada mereka yang banyak merokok.
Hubungan antara bronkitis kronis dan emfisema rumit,
tetapi penggunaan definisi yang tepat menyebabkan beberapa hal yang selama ini
“kacau” menjadi lebih teratur. Sejak awal perlu ditekankan bahwa definisi
emfisema adalah definisi morfologik, sedangkan bronkitis kronis didefenisikan
berdasarkan gambaran klinis, seperti adanya batuk kronisrekuren disertai
pengeluaran mukus yang berlebihan. Kedua, pola anatomik distribusi juga
berbeda. Bronkis kronis mengenai saluran napas besar dan kecil; sebaliknya,
emfisema terbatas ddi asinus, struktur yang terletak distal pada bronkiolus
terminal. Meskipun bronkitis kronis dapat timbul tanpa disertai emfisema yang
nyata, sementara emfisema yang hampir murni juga mungkin terjadi, kedua
penyakit biasanya terdapat bersama-sama karena mekanisme patogenik utama,
merokok, umum ditemukan paa keduanya. Dapat diperkirakan jika kedua entitas ini
terdapat bersama-sama, gambaran klinis dan fisiologis akan tumpang tindih.
Patogenesis
Emfisema
Emfisema terjadi
akibat dua ketidakseimbangan penting, ketidakseimbangan protease- antiprotease
dan ketidakseimbangan oksidan-antioksidan. Ketidakseimbangan ini hampir selalu
terjadi bersamaan dan pada kenyatannya, efek keduanya saling memperkuat dalam
menyebabkan kerusakan jaringan sebagai akibat akhir.
Secara singkat, tumbuhan partikel asap, terutama di
percabangan bronkiolus respiratorik, mungkin menyebabkan influks neutrofil dan
makrofag; kedua sel tersebut mengeluarkan berbagai protease. Peningkatan
aktivitas protease yang terletak di regio sentriasinar menyebabkan terbentuknya
emfisema pola sentriasinar seperti ditemukan pada para perokok. Kerusakan
jaringan diperhebat oleh inaktivasi antiprotease (yang bersifat protektif) oleh
spesies oksigen reaktif yang terdapat dalam asap rokok.
2.5 Bronkitis Kronis
bronkitis
kronis sering terjadi pada para perokok dan penduduk di kota-kota yang dipenuhi
oleh kabut-asap. Beberapa penellitian menunjukkan bahwa 20-25% laki-laki
berusia antara 40-65 tahun mengidap penyakit ini. Diagnosis bronkitis kronis
ditegakkan berdasarkan data klinis. Penyakit ini didefinisikan sebagai batuk
produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling
sediit 2 tahun berturut-turut. Penyakit ini dapat memiliki beberapa bentuk:
·
Sebagian besar pasien menderita bronkitis kronis sederhana, batuk
produktif meningkatkan sputum mukoid, tetapi jalan napas tidak terhambat.
·
Jika sputum mengandung pus, mungkin
karena infeksi sekunder, pasien dikatakan mengidap bronkitis mukopurulen kronis.
·
Beberapa pasien dengan bronkitis kronis mungkin memperlihatkan
hiperresponsivitas jalan napas dan episode asma intermiten. Keadaan ini, yang
disebut sebagai bronkitis asmatik kronis,
yang sering sulit dibedakan dengan asma atopik.
·
Suatu subpopulasi pesien bronkitis mengalami obstruksi aliran keluar udara
yang kronis berdasarkan uji fungsi paru. Mereka dikatakan mengidap bronkitis obstruktif kronis.
Saat ini tidak mungkin ditentukan
perokok mana, termasuk mereka yang mengidap bronkitis kronis akan mengalami Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang secara klinis signifikan dengan
konsekuensinya yang merugikan. Faktor genetik ikut berperan.
Patogenesis
Bronkitis Kronis
Gambaran khas pada Bronkitis Kronis
adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di saluran napas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah
merokok, polutan negara lain, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida,
juga berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi kelenjar mokusa bronkus,
menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa dan menyebabkan pembentukan metaplastik
sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu, zat
tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag,
dan neutrofil. Berbeda dengan asma, pada bronkitis kronois eosinofil jarang
ditemukan, kecuali jika pasien mengidap bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa
banaya k efek iritan lingkungan pada epitelpernapasan diperantarai melalui
reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Sebagai contoh, transkripsi gen musi
MUC5AC, yang meningkat sebagai akibat terpajan asap tembakau, baik in vitro
maupun in vivo pada model eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur
reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi
hanya berperan sekunder, terutama dengan mempertahankan peradangan dan
memperparah gejala.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
·
Zat di dalam asap rokok memiliki efek
iritan langsung pada mukosa trakeobronkus, menyebabkan peradangan dan
meningkatkan produksi mukus (bronkitis).
·
Komponen di dalam asap rokok, terutama
tar dengan hidrokarbon polisikliknya merupakan karsinogen eksperimental dan
promotor kanker yang poten dan kemungkinan berperan besar pada asal-muasal
timbulnya kanker epitel bronkus (karsinoma bronkogenik).
·
Merokok memiliki efek multiplikatif
apabila berkombinasi dengan hipertensi dan hiperkolesterolemia.