Minggu, 02 September 2012

PROSEDUR PEMBUATAN MAHKOTA ATAU JEMBATAN SEMENTARA


Prosedur pembuatan mahkota atau jembatan sementara dapat dilakukan dengan metode direct atau langsung di mulut pasien dan dengan metode indirect atau tidak langsung.
Metode Direct
Mahkota atau jembatan sementara dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a.    Self curing akrilik putih.
Cara kerja:
-          Cetak gigi yang akan dipreparasi dengan bahan alginate.
-          Setelah itu, preparasi gigi penyangga atau gigi yang akan dipasangkan GTC.
-          Lalu olesi gigi yang telah dipreparasi dengan vaselin.
-          Isi cetakan alginate dengan self curing akrilik di bagian gigi yang dipreparasi.
-          Cetakan dikembalikan ke mulut pasien pada posisi semula.
-          Kelebihan akrilik diambil dengan bur hingga mahkota sementara sesuai dengan bentuk gigi sebelum dipreparasi.
-          Lalu lekatkan atau pasang mahkota atau jembatan sementara tersebut ke gigi yang telah dipreparasi dengan semen atau fletcher.

b.    Mahkota sementara siap pakai (buatan pabrik).
Mahkota buatan pabrik memiliki bentuk dan ukuran bermacam-macam. Biasanya untuk bagian anterior terbuat dari akrilik dan untuk bagian posterior terbuat dari logam.
Cara kerja:
-          Cari bentuk dan ukuran yang sesuai.
-          Preparasi gigi.
-          Olesi gigi yang akan dipasangkan mahkota dengan vaselin.
-          Mahkota sementara diisi dengan self curing akrilik lalu dorong perlahan-lahan pada posisinya.
-          Ambi kelebihan akrilik.
-          Bagian palatal/oklusal diambil agar tidak mengganggu oklusi/artikulasi.
-          Poles bagian yang kasar.

Metode indirect
-          Sediakan model gigi pasien yang belum dipreparasi (model diagnostik) àmodel A.
-          Sediakan model gigi pasien yang sudah dipreparasi à oleskan vaselin pada gigi penyangga à model B.
-          Susun gigi pada daerah pontik pada model A à anarsir gigi tiruan, pola malam.
-          Cetak model A dengan sendok cetak setengah rahang dengan bahan alginet.
-          Buka cetakan à hasil cetakan harus mencakup semua gigi penyangga.
-          Aduk akrilik swapolimerisasi panas yang berwarna putih.
-          Tempatkan adonan akrilik ke sendok cetak hasil cetakan alginet.
-          Cetak kembali ke model B (model gigi yang sudah dipreparasi) à tunggu sampai polimerisasi hampir sempurna.
-          Lepaskan sendok cetak dari model B, rapikan sisa akrilik mahkota pada model B.
-          Setelah polimerisasi sempurna, lepaskan mahkota sementara dari model B.
-          Rapikan mahkota sementara dengan menggunakan bur frasser.
-          Polish mahkota sementara.
-          Mahkota sementara siap dipasang ke pasien à sementasi dengan semen sementara.




                                                                     

KELAINAN/PATOLOGI ANATOMI AKIBAT TOBACCO


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Merokok merupakan bahaya kesehatan yang dibuat sendiri. Walaupun semua bentuk tembakau diduga berperan (cerutu, cangklong, sedotan)penyebab utama adalah merokok/sigaret. Worl Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 1998 bahwa terdapat 1235 juta orang dewasa yang merokok diantara 5926 juta populasi dunia dan bahwa jumlah perokok diperkirakan meningkat menjadi 1671 juta pada tahun 2020. Di Amerika Serikat saja, tembakau merupakan penyebab lebih dari 400.000 kematian per tahun, sepertiga jumlah tersebut disebabkan oleh kanker paru. Dengan segala upaya, mengurangi merokok di Amerika Serikat, fakta menunjukkan bahwa jumlah perokok bertahan stabil selama tahun 1990-an, dan jumlah kematian meningkat, terutama pada perempuan (sebesar 147% antara 1974 dan 1994). Tampaknya kaum muda mulai merokok pad usia yang lebih awal. Pembahasan berikut meringkaskan (1) efek buruk merokok, (2) menghilangnya ini setelah berhenti merokok, (3) bukti bahwa inhalasi asap secara pasif yang merugikan.
Jumlah bahan kimia yang berpotensi membahayakan di dalam tembakau sangat banyak. Diantaranya seperti:
NO
ZAT
EFEK
1
Tar
Karsinogenik
2
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik
Karsinogenik
3
Benzoperan
Karsinogenik
4
Nitrosamin
Karsinogenik
5
Nikotin
Stimulasi dan depresi ganglion, promosi tumor
6
Fenol
Promosi tumor dan iritasi
7
Karbon monoksida
Gangguan pengangkutan dan pemakaian oksigen
8
Formaldehida
Toksisitas terhadap silia dan iritasi
9
Oksida Nitrogen
Toksisitas terhadap silia dan iritasi

Zat-zat tersebut kemungkinan menimbulakan cedera. Cedera yang sering terjadi adalah emfisema, bronkitis kronik. Zat di dalam asap rokok memiliki efek iritan langsung pada mukosa trakeobronkus, menyebabkan peradangan dan meningkatkan produksi mukus (bronkitis). Komponen di dalam asap rokok, terutama tar dengan hidrokarbon polisikliknya merupakan karsinogen eksperimental dan promotor kanker yang poten dan kemungkinan berperan besar pada asal-muasal timbulnya kanker epitel bronkus (karsinoma bronkogenik). Risiko timbulya penyakit ini berkaitan dengan intensitas pajanan, yang sering dinyatakan dalam satuan “bungkus-tahun” (misal satu bungkus perhari selama dua puluh tahun sama dengan dua puluh dungkus per tahun).
Selain itu, merokok meningkatkan risiko pengaruh karsinogenik lain, terjadi peningkatan sepuluh kali lipat insiden karsinoma bronkogenik pada pekerja asbes yang merokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Selain penyakit paru, aterosklerosis dan penyakit utamanya, infark miokardium juga dilaporkan berkaitan erat dengan merokok, mekanisme sebab-akibatnya mungkin berkaitan dengan beberapa faktor termasuk peningkatan agregasi trombosit, penuruna pasokan oksigen ke miokardium (karena penyakit paru plus hipoksia yang disebabkan oleh kandungan karbon monoksida dalam asap rokok) disertai peningkatan kebutuhan oksigen dan penurunan ambang untuk fibrilasi ventrikel. Hampir sepertiga dari semua serangan jantung dihubungkan dengan kebiasaan merokok. Merokok memiliki efek multiplikatif apabila berkombinasi dengan hipertensi dan hiperkolesterolemia.
Berhenti merokok akan memberi banyak keuntungan. Risiko kanker paru terus berkurang selama paling sedikit 15 tahun tetapi tidak menghilang. Ibu hamil yang merokok mengalami peningkatan risiko abortus spontan dan persalinan prematur serta serta hambatan pertumbuhan intrauterus. Berat lahir bayi dari ibu yang berhenti merokok sebelum hamil adalah normal.1

               


BAB II
PEMBAHASAN
Banyak kelainan/patologi anatomi yang disebabkan oleh tobacco. Diantaranya adalah:
2.1         Kanker Mulut
Kanker mulut merupakan salah satu jenis kanker yang cukup menonjol di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Dari beberapa penelitian di Indonesia kanker mulut ditemukan dengan frekuensi relatif yang berbeda-beda. Tembakau ditemukan menjadi penyebab paling umum untuk kanker tenggorokan. Ini merusak sel-sel dalam rongga mulut dan bagian dalam tenggorokan. Risiko tinggi bagi perokok jika dibandingkan dengan orang normal. Statistik mengatakan sembilan puluh persen orang yang menderita itu adalah perokok. Risiko dalam menggunakan kurang asap tembakau lebih tinggi daripada merokok. Penggunaan kurang asap tembakau menyebabkan penyakit lain seperti penyakit gusi yang membuatnya lebih rumit untuk mengobati. Tembakau digunakan bersama dengan alkohol adalah penyebab utama. Partikel tembakau bisa bertahan di lubang-lubang atau bersarang di wilayah tenggorokan dan menyebabkan kanker.
Faktor Penyebab Kanker
            Menurut Ash dan Ward (1992) dan Gould (1995) mengatakan penyebab pasti dari kanker masih belum jelas, tetapi bagaimanapun banyak faktor-faktor pendukung yang dapat merangsang terjadinya kanker. Faktor-faktor ini digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu:
1.      Faktor Internal                        : herediter dan faktor-faktor pertumbuhan.
2.      Faktor Eksternal          : bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, dan diet.
Kedua kategori di atas disebut bahan-bahan karsinogen. Menurut Gould (1995), faktor-faktor tesebut dapat berperan secara individual atau kombinasi dengan karsinogen lainnya atau kombinasi dengan faktor-faktor lain di mana sebenarnya faktor tersebut bukan penyebab kanker, tetapi mereka membantu karsinogen untuk mutasi atau dengan menekan fungsi sel (kopromotor).


Tembakau
            75% dari seluruh kanker mulut dan faring di Amerika Serikat berhubungan dengan penggunaan temabakau termasuk merokok atau menggunakan tembakau untuk susur/suntil. Merokok sigaret mempunyai resiko tinggi terjadi kanker lidah dan mulut. Merokok cerutu dan merokok menggunakan pipa mempunyai resiko yang lebih tinggi mendapatkan kanker mulut dibandingkan dengan merokok sigaret, Meskipun begitu, masih terdapat keraguan tentang seberapa besar peranana dari panaas yang dihasilkan oleh tembakau dan batang pipa sehingga dapat menyebabkan kanker mulut.
2.2         Neoplasia atau neoplasma
            Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan suatu neoplasma atau neoplasia.
            Ada dua tipe neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasma ganas (malignant neoplasm). Neoplasma jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, berkapsul dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasma ganas adalah tumor yang tumbunya cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain/metastasee. Neoplasma ganas sering disebut kanker.         
Faktor Penyebab/Predisposisi Neoplasia
            Banyak faktor penyebab/pendukung yang dapat merangsang terjadinya neoplasia. Faktor-faktor ini digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu:
1.      Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan.
2.      Faktor eksternal, yaitu seperti bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau atau alkkohol.
Kedua kategori di atas disebut bahan-bahan karsinogen. Faktor-faktor tersebut dapat berperan secara individual atau kombinasi dengan karsinogen lainnya atau kombinasi dengan faktor-daktor lain yang sebenarnya faktor tersebut bukan penyebab kanker, tetapi hanya membantu karsinogen untuk mutasi dengan menekan fungsi sel (ko-promotor).

Patogenesis Neoplasia
            Sel pada jaringan normal yang terkena stimulasi akan tumbuh dalam keadaan terkontrol yang disebut hyperplasia. Apabila stimuli disingkirkan, maka sel akan kembali ke keadaan normal. Pada kasus neoplasia kontrol poliferasi sel terganggu dan sel tidak terkontrol. Apabila pertimbuhannya terlokalisir dan ekspansif, maka terjadi neoplasia jinak, tetapi apabila pertumbuhan sel infiltratif ke dalam jaringan sekitarnya, maka yang terjadi adalah neoplasia ganas.
            Sebagian besar bahan-bahan kimia berhubungan dengan terjadinya kanker. 70%-90% kanker disebabkan oleh bahan-bahan kimia  yang ada di limgkungan dan di dalam makanan, Bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker di lingkungan, seperti coal tar, polycylic aromatic hydrocarbons, nitrat, nitrit, dan nitrosamin.
2.3         Leukoplakia
Leukoplakia berarti suatu bercak atau plak mukosa keputihan berbatas tegas yang disebabkan oleh penebalan epidermis atau hyperkeratosis. Kata ini tidak digunakan untuk lesi putih lain, seperti yang disebabkan oleh kandidiasis, liken planus, lupus eritematosus, white sponge naevus, atau banyak gangguan lain. Plak lebih sering ditemukan pada laki-aki lanjut usia dan tersering terletak di batas vermilion bibir bawah, mukosa pipi, dan palatum durum, dan mole dan jarang di dasar mulut dan tempat intraoral lainnya. Batasan leukoplakia digunakan untuk lesi mukosa hiperkeratosis benvarna putih dengan penyebab yang tidak diketahui. Tidak ada arti secara histopatologis yang khusus. Penyebab leukoplakia antara lain termasuk idiopatik, gesekan, tembakau dan mikroorganisme. Lesi leukoplakia sebagian besar jinak, tetapi 1-3% adalah pra-ganas. Lokasi tersering adalah di lidah bagian ventrolateral. Hampir sebagian besar lesi putih memerlukan biopsi untuk melihat kemungkinan adanya perubahan ke arah displasia atau perubahan keganasan. Leukoplakia didiagnosis banding dengan lesi putih lain seperti likhen planus, jamur, sifilis, leukoplakia berambut, atau karsinoma. Penatalaksanaan secara umum: mengobati faktor predisposisi, obat topikal atau oral dan dapat dengan pembedahan. Batasan leukoplakia telah dipakai di masa lalu oleh ahli kulit dan ahli kebidanan untuk menunjukkan suatu penebalan putih pada mukosa mulut atau vulva yang menunjukkan perubahan dini, in situ dan anaplastik.'
Berdasarkan konsep yang diterima oleh World Health Organization maka batasan leukoplakia adalah
lesi yang tidak ada konotasi histologinya dan dipakai hanya sebagai deskripsi klinis. Jadi definisinya adalah suatu penebalan putih yang tidak dapat digosok sampai hilang dan tidak dapat digolongkan secara klinis atau histologi sebagai penyakit-penyakit spesifik lainnya. Karena gambaran klinisnya berupa suatu plak putih pada permukaan membrana mukosa dan leukoplakia oral lebih sering terjadi pada pria, maka penggolongannya sering diabaikan. Leukoplakia dalam perkembangannya sering menjadi ganas dan untuk menyingkirkan diagnosis banding, maka sangat diperlukan biopsi dari leukoplakia tersebut. Gambaran histologinya dapat bermacam-macam dan tergantung dari umur lesi pada saat biopsi dilaksanakan. Kendala dalam menegakkan diagnosis leukoplakia masih sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas serta perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai hiperkeratosis ringan tetapi pada akhirnya menjadi karsinoma sel skuamosa dengan angka kematian yang tinggi. Plak lebih sering ditemukan pada laki-laki lanjut usia dan tersering terlatak di batas vermilion bibir bawah¸mukosa pipi, dan palatum durum dan mole dan jarang di dasar mulut dan tempat intaraoral lainnya. Kelainan ini tampak sebagai daerah penebalan mulosa yang diskret, lokal, kadan-kadang multifokal atau bahkan difus, halus atau kasar, seperti kulit, dan berwarna putih. Lesi tidak diketahui sebabnya , kecuali bahwa terdapat keterkaitan erat dengan pemakaian tembakau, terutama merokok dengan pipa dan tembakau tanpa asap (kantung tembakau, tembakau sedotan, mengunyah). Yang keterkaitannya lebih lemah adalah gesekan kronis, misalnya akibat gigi palsu yang pemasangannya kurang pas atau gigi yang bergerigi; penyalahgunaan alkohol; dan makanan iritan. Antigen papilomavirus manusia dilaporkan ditemukan di sebagian lesi yang berkaitan dengan tembakau, yang menimbulkan kemungkinan bahwa virus dan tembakau bekerja sama untuk memmicu pembentukan lesi ini.
leukoplakia adalah penyakit yang menyebabkan bercak putih di seluruh tubuh. Bercak putih di tenggorokan atau pipi tersebut mungkin tidak cukup untuk menyebabkan itu.
Leukoplakia menyebabkan tumor yang terletak dekat-oleh untuk menyebarkan secara luas. Penyebab leukoplakia dapat mempengaruhi merokok tembakau atau kebiasaan makanan lain. Perawatan yang sulit bagi sekarang tumor dekat leukoplakia. Faktor resiko lainnya adalah erythroplakia yang mirip dengan leukoplakia dalam membuat sulit untuk perawatan tumor. Daerah yang terkena erythroplakia akan dengan mudah berdarah bila disentuh.




2.4    Emfisema
            Emfisema ditandai dengan pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut. Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai destruksi; hal ini lebih tepat disebut “overinflation”. Sebagai contoh, peregangan rongga udara di paru kontralateral setelah pneumonektomi unulateral adalah overinflation kompensatorik bukan emfisema.
            Emfisema adalah penyakit yang umum, tetapi insidensi pastinya sulit diperkirakan karena diagnosis pasti, yang didasarkan pada morfologi, hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan paru pada saat autopsi. Terdapat keterkaitan yang jelas anatara meroko dalam jumlah besar dan emfisema, dan tipe paling parah terjadi pada mereka yang banyak merokok.
            Hubungan antara bronkitis kronis dan emfisema rumit, tetapi penggunaan definisi yang tepat menyebabkan beberapa hal yang selama ini “kacau” menjadi lebih teratur. Sejak awal perlu ditekankan bahwa definisi emfisema adalah definisi morfologik, sedangkan bronkitis kronis didefenisikan berdasarkan gambaran klinis, seperti adanya batuk kronisrekuren disertai pengeluaran mukus yang berlebihan. Kedua, pola anatomik distribusi juga berbeda. Bronkis kronis mengenai saluran napas besar dan kecil; sebaliknya, emfisema terbatas ddi asinus, struktur yang terletak distal pada bronkiolus terminal. Meskipun bronkitis kronis dapat timbul tanpa disertai emfisema yang nyata, sementara emfisema yang hampir murni juga mungkin terjadi, kedua penyakit biasanya terdapat bersama-sama karena mekanisme patogenik utama, merokok, umum ditemukan paa keduanya. Dapat diperkirakan jika kedua entitas ini terdapat bersama-sama, gambaran klinis dan fisiologis akan tumpang tindih.
Patogenesis Emfisema
            Emfisema terjadi akibat dua ketidakseimbangan penting, ketidakseimbangan protease- antiprotease dan ketidakseimbangan oksidan-antioksidan. Ketidakseimbangan ini hampir selalu terjadi bersamaan dan pada kenyatannya, efek keduanya saling memperkuat dalam menyebabkan kerusakan jaringan sebagai akibat akhir.
            Secara singkat, tumbuhan partikel asap, terutama di percabangan bronkiolus respiratorik, mungkin menyebabkan influks neutrofil dan makrofag; kedua sel tersebut mengeluarkan berbagai protease. Peningkatan aktivitas protease yang terletak di regio sentriasinar menyebabkan terbentuknya emfisema pola sentriasinar seperti ditemukan pada para perokok. Kerusakan jaringan diperhebat oleh inaktivasi antiprotease (yang bersifat protektif) oleh spesies oksigen reaktif yang terdapat dalam asap rokok.
2.5    Bronkitis Kronis
bronkitis kronis sering terjadi pada para perokok dan penduduk di kota-kota yang dipenuhi oleh kabut-asap. Beberapa penellitian menunjukkan bahwa 20-25% laki-laki berusia antara 40-65 tahun mengidap penyakit ini. Diagnosis bronkitis kronis ditegakkan berdasarkan data klinis. Penyakit ini didefinisikan sebagai batuk produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sediit 2 tahun berturut-turut. Penyakit ini dapat memiliki beberapa bentuk:
·         Sebagian besar pasien menderita bronkitis kronis sederhana, batuk produktif meningkatkan sputum mukoid, tetapi jalan napas tidak terhambat.
·         Jika sputum mengandung pus, mungkin karena infeksi sekunder, pasien dikatakan mengidap bronkitis mukopurulen kronis.
·         Beberapa pasien dengan bronkitis kronis mungkin memperlihatkan hiperresponsivitas jalan napas dan episode asma intermiten. Keadaan ini, yang disebut sebagai bronkitis asmatik kronis, yang sering sulit dibedakan dengan asma atopik.
·         Suatu subpopulasi pesien bronkitis mengalami obstruksi aliran keluar udara yang kronis berdasarkan uji fungsi paru. Mereka dikatakan mengidap bronkitis obstruktif kronis.
Saat ini tidak mungkin ditentukan perokok mana, termasuk mereka yang mengidap bronkitis kronis akan mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang secara klinis signifikan dengan konsekuensinya yang merugikan. Faktor genetik ikut berperan.

Patogenesis Bronkitis Kronis
Gambaran khas pada Bronkitis Kronis adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di saluran napas besar.  Meskipun faktor penyebab terpenting adalah merokok, polutan negara lain, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi kelenjar mokusa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa dan menyebabkan pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan asma, pada bronkitis kronois eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika pasien mengidap bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa banaya k efek iritan lingkungan pada epitelpernapasan diperantarai melalui reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Sebagai contoh, transkripsi gen musi MUC5AC, yang meningkat sebagai akibat terpajan asap tembakau, baik in vitro maupun in vivo pada model eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder, terutama dengan mempertahankan peradangan dan memperparah gejala.




BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
·         Zat di dalam asap rokok memiliki efek iritan langsung pada mukosa trakeobronkus, menyebabkan peradangan dan meningkatkan produksi mukus (bronkitis).
·         Komponen di dalam asap rokok, terutama tar dengan hidrokarbon polisikliknya merupakan karsinogen eksperimental dan promotor kanker yang poten dan kemungkinan berperan besar pada asal-muasal timbulnya kanker epitel bronkus (karsinoma bronkogenik).
·         Merokok memiliki efek multiplikatif apabila berkombinasi dengan hipertensi dan hiperkolesterolemia.