Senin, 10 Desember 2012

BERBAGAI KLASIFIKASI TRAUMA (CONTOH ELLIS, WHO, ANDREASEN, DLL)


BERBAGAI KLASIFIKASI TRAUMA
(CONTOH ELLIS, WHO, ANDREASEN, DLL)


OLEH:

ELVITA SRIE WAHYUNI
NIM:090600015

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011


BERBAGAI KLASIFIKASI TRAUMA  
(CONTOH ELLIS,WHO,ANDREASEN,DLL)
­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­Elvita Srie Wahyuni
Fakultas Kedokteran Gigi,Universitas Sumatera Utara
JL. Alumni No.2,Kampus USU,Medan 20155
PENDAHULUAN
Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma gigi anterior sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak lebih aktif daripada orang dewasa dan koordinasi serta penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga sering terjatuh saat belajar berjalan, berlari, bermain, dan berolahraga. Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi bicara, pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Secara psikologis kehilangan gigi secara dini terutama gigi anterior akan menyebabkan gangguan pada anak dan orang tua. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak selain menerapkan teknik-teknik serta pemakaian bahan-bahan yang tepat juga harus memperhatikan pendekatan psikologis agar anak tidak mengalami trauma lain disamping trauma gigi yang sedang dialaminya. Oleh karena itu pendekatan terhadap orang tua dan anak merupakan faktor-faktor penting yang harus diperhatikan.1
Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal
karena sebab mekanis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya. Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.1
Trauma pada gigi dapat menyebabkan injuri pulpa, dengan atau tanpa kerusakan mahkota atau akar, atau pemindahan gigi dari soketnya. Bila mahkota atau akar patah atau mengalami fraktur, pulpa dapat sembuh dan hidup terus, dapat segera mati, atau dapat mengalami degenerasi progresif dan akhirnya mati.2
Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut, anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik. Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur adalah pada saat usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.1
KLASIFIKASI GIGI YANG MENGALAMI FRAKTUR
1.      Klasifikasi fraktur menurut Ellis.3,4,5
Klasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar:
a.    Fraktur email.
Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit mengenai dentin.
b.    Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa.
Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.
c.    Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.
Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.
d.   Fraktur akar.
e.    Luksasi gigi.
f.     Intrusi gigi
2.      Klasifikasi menurut Ellis dan Davey.1,3,5,6
Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
·  Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
·  Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
·  Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa.
·  Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
·  Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
·  Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
·  Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
·  Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
·  Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.
3.      Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases), sebagai berikut:5,2,7
·  873.60: Fraktur email.
Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak pada email.
·  873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpa.
Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka.
·  873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.
Fraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka.
·  873.63: Fraktur akar.
Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar horizontal.
·  873.64: Fraktur mahkota-akar.
Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa.
·  873.66: Luksasi.
Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi.
·  873.67: Intrusi atau ekstrusi.
·  873.68: Avulsi.
Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya.
·  873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.
Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut:2,5
·  873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa.
·  873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit dengan terbukanya pulpa.
ü 873.64 (Fraktur mahkota-akar komplit atau tidak komplit)
·  873.66: Konkusi (concussion), injuri pada struktur pendukung gigi yang bereaksi terhadap perkusi.
·  873.66: Subluksasi, suatu injuri pada struktur pendukung gigi dengan kegoyahan abnormal tetapi tanpa pemindahan gigi.
·  873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi pada arah lain daripada ke aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolar.
ü 873.66 (Konkusi, subluksasi, lateral luksasi)
Klasifikasi fraktur mahkota gigi menurut World Health Organization (WHO) dengan nomor kode yang sesuai dengan klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases) tahun 1995, sebagai berikut:1
·  (S 02.50): Infraksi enamel. Sebuah fraktur tidak utuh atau retaknya enamel tanpa kehilangan substansi giginya.
·  (S 02.50): Fraktur enamel. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang mengenai enamel.
·  (S 02.51): Fraktur enamel-dentin. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang melibatkan enamel dan dentin tanpa terbukanya pulpa.
·  (S 02.52): Fraktur mahkota yang mengenai enamel dan dentin, dengan terbukanya pulpa.
·  (S 02.53): Fraktur akar. Sebuah fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa.
·  (S 02.54): Fraktur mahkota-akar. Sebuah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum dengan atau tanpa terbukanya pulpa.
Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut :1,5


I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa.
1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.
3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar.
1. Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture (N 502.54)) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture (N 502.54)).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal.
1. Concusion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement)  (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.
5. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.
4.    Klasifikasi menurut Andreasen.
Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:1
a)Fraktur Spontan
Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen enamel gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah. 
b)Fraktur Traumatik 
Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba-tiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:


·  Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian enamel hingga ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2.
Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:
a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai dentin hingga pulpa. 
b.  Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena perubahan suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan periodontal juga mengalami kerusakan.
c.  Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota dan tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi perubahan suhu. Sekitar 4% penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini.
·  Fraktur Akar 
Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mnegetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur.
a.    Fraktur Mahkota Akar 
Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika digunakan untuk menggigit.
b.    Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari alveolus apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah.
Andreasen (1981) juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada gambaran klinis, seperti:10
  1. Perubahan warna enamel menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.
  2. Perubahan warna enamel yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.
  3. Dilaserasi mahkota.
  4. Malformasi gigi.
  5. Dilaserasi akar.
  6. Gangguan pada erupsi.
5.         Klasifikasi menurut Heithersay dan Morile.5,2
Heithersay dan Morile (1982) menganjurkan suatu klasifikasi fraktur subgingival berdasarkan pada tinggi fraktur gigi dalam hubungannya terhadap berbagai bidang horizontal periodonsium, sebagai berikut:
Kelas 1 : Dengan garis fraktur tidak meluas di bawah tinggi ginggiva cekat.
Kelas 2 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi gingiva cekat, tetapi tidak di bawah tinggi krista alveolar.
Kelas 3 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi krista alveolar.
Kelas 4 : Dengan garis frakturnya terdapat di dalam sepertiga koronal akar, di bawah tinggi krista alveolar.
6.         Klasifikasi menurut Garcia-Godoy.11
Klasifikasi fraktur gigi akibat trauma menurut Garcia-Godoy adalah sebagai berikut:
1.         Retak pada email.
2.         Fraktur pada email
3.         Fraktur email-dentin tanpa terbukanya pulpa.
4.         Fraktur email-dentin dengan terbukanya pulpa.
5.         Fraktur email-dentin-sementum tanpa terbukanya pulpa.
6.         Fraktur email-dentin-sementum dengan terbukanya pulpa.
7.         Fraktur akar.
8.         Konkusi.
9.         Luksasi.
10.         Perpindahan gigi ke lateral.
11.         Intrusi.
12.         Ekstrusi.
13.         Avulsi.
7.         Klasifikasi menurut Hargreaves dan Craig.
Hargreaves dan Craig (1970) memperkenalkan klasifikasi hanya untuk fraktur mahkota gigi sulung, yaitu kelas I, II, III dan IV. Klasifikasi tersebut hampir sama dengan klasifikasi Ellis. Perbedaannya terletak pada kelas IV yaitu fraktur akar disertai atau tanpa mahkota gigi sulung:5
Klas I: Tidak adanya fraktur atau fraktur hanya pada email dengan atau tidaknya perubahan posisi pada gigi.
Klas II: Fraktur pada mahkota pada email dan dentin tanpa terbukanya pulpa dan tanpa perubahan posisi pada gigi.
Klas III: Fraktur pada mahkota dan terbukanya pulpa dengan atau tanpa perubahan posisi pada gigi.
Klas IV: Fraktur pada akar dengan atau tanpa fraktur koronal, dengan atau tanpa perubahan posisi pada gigi.
Klas IV: Perubahan posisi total pada gigi.
PEMBAHASAN
Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.1
Trauma pada gigi dapat menyebabkan injuri pulpa, dengan atau tannpa kerusakan mahkota atau akar, atau pemindahan gigi dari soketnya. Bila mahkota atau akar patah atau mengalami fraktur, pulpa dapat sembuh dan hidup terus, dapat segera mati , atau dapat mengalami degenerasi progresif dan akhirnya mati. Bila terjadi luksasi gigi, pulpa mungkin terus hidup, tergantung hebatnya pukulan dan tingkat dislokasinya. Luksasi gigi terjadi tidak sesering fraktur.7
Trauma pada gigi melibatkan pulpa, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga pertimbangan endodonsi berperan penting dalam pengevaluasian dan perawatan cedera gigi. Pembuatan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah komunikasi serta penyebaran informasinya.8
KESIMPULAN
Pembuatan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah komunikasi serta penyebaran informasinya. Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik. Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur adalah pada saat usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.
Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi bicara, pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan gigi serta rahang. Oleh karena itu penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam menangani kerusakan pada gigi akibat trauma.

DAFTAR PUSTAKA
1.         Riyanti E. Penatalaksanaan trauma gigi pada anak. 12 Juni 2010. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf. 17 November 2011.
2.         Grossman LI. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa, Rafiah abiyono. Editor, Sutatmi Suryo. Ed 11. Jakarta: EGC, 1995: 303-4.
3.          Braham RL, Morris ME. Textbook of pediatric Dentistry. USA: williams and Wilkias, 1980: 264.
4.         Paristuta L. Penggunaan mouthguard pada pasien anak dengan riwayat trauma dental. 1 Agustus 2011. www.gigigeligi.com/index.php?option=com. 17 November 2011.
5.         Rao A. Principles and practice of pedodontics. New Delhi: Jaypee, 2008: 304-5.
6.         McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. St. Louis, Missouri: Mosby, 2003: 458-9.
7.         Walton, Richad E. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih bahasa, Narlan Sumawinata, Winiati Sidharta, Bambang Nursasongko. Editor, Narlan Sumawinata. Ed 2. Jakarta: EGC, 1997: 555-6.
8.         Pinkhom JR, Casamassimo DS, McTigue DJ, et al. Pediatric Dentistry. St. Louis, Missouri: elsevier Saunders, 1988: 237-9.
9.         Welbury RR. Pediatrics dentistry. New York: Oxford University Press, 2003: 244-5.
10.     Mathewson RJ, Primosch RE. Fundamentals of pediatric dentistry. USA: quintessenic Books, 1995: 286.
11.     Navydent. Classification of traumatic dental. 22 Agustus 2011. http://dentallecnotes.blogspot.com/2011/08/calssification-of-traumatic-dental.html. 17 November 2011.